PERUBAHAN MAKNA
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Semantik
Dosen Pemimbing: Drs. H. Syamsuri, M.Pd
Oleh :
Siti Fatimatus Zahro ( 2110710006 )
Nilna Farikhatul .W ( 2110710009 )
Moch. Atoq Illah ( 2110710026 )
Faridatul Amaliyah ( 2110710035
)
UNIVERSITAS ISLAM
MALANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
MEI 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam
pembicaraan terdahulu sudah disebutkan bahwa makna sebuah kata secara sinkronis
tidak akan berubah. Pernyataan ini menyiratkan juga pengertian bahwa secara
sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah maka secara diakronis ada
kemungkinan bisa berubah. Jadi, sebuah kata yang pada suatu waktu dulu bermakna
‘A’, misalnya, maka pada waktu sekarang bisa bermakna ‘B’, dan pada suatu waktu
kelak mungkin bermakna ‘C’ atau bermakna ‘D’. Sebagai contoh kita lihat kata sastra yang paling tidak telah tiga kali
mengalami perubahan makna. Pada mulanya kata sastra ini bermakna ‘tulisan’ atau ‘huruf’; lalu berubah menjadi
bermakna ‘buku’; kemudian berubah lagi menjadi bermakna ‘buku yang baik isinya
dan baik bahasanya’; dan sekarang yang disebut karya sastra adalah karya yang
bersifat imaginatif kreatif. Karya- karya yang bukan imaginatif kreatif seperti
buku sejarah, buku agama, dan buku matematika, bukan merupakan karya sastra.
Pernyataan
bahwa makna sebuah kata secara sinkronis dapat berubah menyiratkan pula
pengertian bahwa tidak setiap kata maknanya harus atau akan berubah secara
diakronis. Banyak kata yang maknanya sejak dulu sampai sekarang tidak pernah
berubah. Malah jumlahnya mungkin lebih banyak daripada yang berubah atau pernah
berubah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan diatas maka dapat
dirumuskan masalah dalam pembahasan makalah
ini sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan
terjadinya perubahan makna ?
2. Apa sajakah wujud atau macam perubahan
makna ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sebab- Sebab Terjadinya Perubahan Makna
Perubahan semantik atau perubahan makna
seringkali bersamaan dengan perubahan social yang disebabkan oleh peperangan,
perpindahan penduduk, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya,
dan faktor- faktor lainnya. Perubahan semantik atau perubahan makna tersebut
tentu saja dapat ditinjau dari berbagai segi. Berikut ini sebab- sebab
terjadinya perubahan makna yaitu :
a.
Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi
Perkembangan
dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan
terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sini sebuah kata yang tadinya
mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan
walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari
pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat
dalam perkembangan teknologi. Perubahan makna kata sastra dan makna ‘tulisan’
sampai pada makna ‘karya imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan
bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra
menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah
yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna buku yang baik isinya dan
baik bahasanya ‘menjadi berarti’ karya yang bersifat imaginatif kreatif.
b.
Perkembangan Sosial dan Budaya
Perkembangan
dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan
makna. Di sini sama dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang
ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya bermakna ‘A’, lalu berubah
menjadi bermakna ‘B’ atau ‘C’ jadi, bentuk katanya tetap sama tetapi konsep
makna yang dikandungnya sudah berubah. Misalnya kata saudara dalam bahasa Sansakerta bermakna ‘seperut’ atau ‘satu
kandungan’. Kini kata saudara,
walaupun masih juga digunakan dalam arti ‘orang yang lahir dari kandungan yang
sama’ seperti dalam kalimat Saya
mempunyai seorang saudara di sana, tetapi digunakan juga untuk menyebut
atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang
sama. Misalnya dalam kalimat Surat
Saudara sudah saya terima, atau kalimat Dimana
Saudara dilahirkan ?.
c.
Perbedaan Bidang Pemakaian
Dalam bagian yang lalu sudah dibicarakan bahwa
setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya
dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Umpamanya
dalam bidang pertanian ada kata- kata benih,
menuai, panen menggarap, membajak, menabur, menanam, pupuk, dan hama. Dalam bidang pendidikan formal di
sekolah ada kata- kata murid, guru,
ujian, menyalin, menyontek, membaca, dan menghapal.
Kata- kata yangt menjadi kosakata dalam bidang-bidang
tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari- hari dapat terbantu dari
bidangnya dan digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum. Oleh karena
itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping
makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang
pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani penggarap, kini banyak juga
digunakan dalam bidang- bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’ seperti tampak
digunakan dalam frase menggarap skripsi,
menggarap usul para anggota, menggarap generasi muda, dan menggarap naskah drama.
d.
Adanya
Asosiasi
Kata- kata yang
digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada hubungan
atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan dalam bidang asalnya.
Umpamanya kata mencatut yang berasal
dari bidang atau lingkungan perbengkelan dan pertukangan mempunyai makna
bekerja dengan menggunakan catut. Dengan menggunakan catut ini maka pekerjaan
yang dilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat dilakukan dengan mudah.
Oleh karena itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcis akan memiliki makna ‘memperoleh keuntungan dengan
mudah melalui jual beli karcis’.
Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai
akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah
berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang
administrasi atau surat- menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke
dalam amplop itu selain biasa
dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh
karena itu, dalam kalimat beri saja
amplop maka urusan pasti beres, kata amplop
di situ bermakna ‘uang’ sebab amplop
yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa- apa melainkan berisi
uang sebagai sogokan.
Asosiasi antara amplop dengan uang ini
adalah berkenaan dengan wadah. Jadi, menyebut wadahnya yaitu amplop tetapi yang dimaksud adalah
isinya, yaitu uang.
e.
Pertukaran Tanggapan Indra.
Alat indra kita yang lima sebenarnya sudah
mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di
dunia ini. Umpamanya rasa pahit, getir, dan manis harus ditanggap oleh alat
perasa lidah. Rasa panas, dingin, dan sejuk harus ditanggap oleh alat perasa
pada kulit. Gejala yang berkenaan dengan cahaya seperti terang, gelap, dan
remang- remang harus ditanggap dengan alat indra mata; sedangkan yang berkenaan
dengan bau harus ditanggap dengan alat indra penciuman, yaitu hidung.
Namun, dalam penggunaan bahasa banyak terjadi
kasus pertukaran tanggapan antara indra yang satu dengan indra lain. Rasa
pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap oleh alat indra perasa pada lidah,
tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran seperti tampak dalam ujaran
kata-katanya cukup pedas. Keadaan
ini, pertukaran alat indra penanggap, biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari
bahasa yunani sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya ‘tampak’.
f.
Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya
secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang teteap. Namun, karena
panadangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka
banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah (peyoratif), kurang
menyenangkan. Disamping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang
tinggi (amelioratif), atau yang mengenakkan.
g.
Adanya
Penyingkatan
Dalam bahasa Indonessia ada bsejumlah kata atau
ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan
sevara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu maka
kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan
bentuk utuhnya. Misalnya kalau dikatakan Ayahnya meninggal tentu maksudnya
adalah meninggal dunia. Jadi, meninggal adalah bentuk singkata dari ungkapan
meninggal dunia.
Kalau disimak sebetulnya dalam khusus
penyingkatan bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau
konsep itu tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula
berbentuk utuh (panjang) disingkat menjadi bentuk tidak utuh yang pendek.
Gejala penyingkatan ini bisa terjadi pula pada bentuk-bentuk yang sudah
dipendek kan seperti AMD adalah
singkatan dari Abri Masuk Desa; dan Abri itu sendiri adalah kependekkan dari
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Begitu banyaknya kependekkan ini sehingga
banyak orang yang tidak tahu lagi bagaimana bentuk utuhnya, seperti radar, nilon, tilang.
h.
Proses
Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi (pengubahan kata) akan menyebabkan pula terjadinya
perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan
makna, sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal.
Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini telah terjadi perubahan
makna sebab yang terejadi adalah proses gramatikal dan proses gramatikal itu
telah “melahirkan” makna-makna gramatikal.
i.
Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengemabangan atau pembentukan
istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosa kata bahasa Indonesia yang ada
dengan jalan memberi makna baru, entah dengan menyempitkan makna tersebut,
meluaskan, maupun memberi arti baru sama sekali.
2.2 Jenis Perubahan
Perubahan
kata ada yang bersifat halus maupun kasar yang bertujuan baik menyempitkan
ataupun memperluas. Hal ini akan diperjelas lagi sebagai berikut.
a.
Meluas
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada
sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’, tapi
kemudiankarena berbagai fgaktor menjadi memiliki makna-makna lain.
b.
Menyempit
Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala
yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup
luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya, kata
sarjana yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian
hanya berarti oarang yang lulus dari perguruan tinggi.
c.
Perubahan Total
Yang dimaksud dengan perubahan total adalah
berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada
kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna
asal, tetapi sangkut pautnya nampaknya sudah jauh sekali. Misalnya, kata
ceramah pada mulanya berarti ‘cerewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi ini berarti
‘pidato atau uraian’ mengenai sesuatu hal yang disampaikan di depan orang
banyak.
d.
Penghalusan (Eufemia)
Dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini kita
berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang
dianggap memiliki makna kata yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang
akan digantikan kecenderungan utuk menghaluskan makna kata tanpaknya merupakan
gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Gejala penghalusan makna ini bukan barang baru
dalam masyarakat Indonesia. Orang-orang dulu yang karena kepercayaan atau
sebab-sebab lainnya akan mengganti kata buaya
atau harimau dengan kata nenek; mengganti kat ular dengan kata akar atau oyod.
e.
Pengasaran
Yang disebut dengan perubahan pengasaran adalah
usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata
yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang
dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Namun,
banyak juga kata yang sebenarnaya bernilai kasar tetapi sengaja digunakan untuk
lebih memberi tekakanan tetapi tanpa terasa kekasarannya. (Abdul
Chaer, 2009:130-145)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perubahan
semantik atau perubahan makna seringkali bersamaan dengan perubahan social yang
disebabkan oleh peperangan, perpindahan penduduk, kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan, ekonomi, budaya, dan factor- factor lainnya. Perubahan semantik
atau perubahan makna tersebut tentu saja dapat ditinjau dari berbagai segi.
3.2 Saran
Penulis telah berusaha semaksimal
mungkin dalam menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya,namun apabila masih
terdapat kekurangan dalam penulisan maupun isi dari makalah yang kami susun.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin,
2011, Semantik Pengantar Studi Tentang
Makna. Bandung. Sinar Baru Algesindo.
Tarigan,
Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik.
Bandung. Angkasa.
Chaer,
Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta